Senin, 19 April 2010

Mendorong Santri untuk Hidup Sehat


GULUK-GULUK—Lubangsa Selatan Puteri, salah satu komplek PP Annuqayah, kedatangan koordinator Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren) PP Annuqayah, Khatibah A.Win, Jumat (27/2/09) malam kemarin, tepatnya pukul 20.00 WIB, dalam rangka Sosialisasi Kesehatan dan Poskestren.
Kedatangan Halah Ot, sapaan akrab Khotibah A. Win, disambut antusias oleh santri Lubangsa Selatan Puteri. Ini terbukti, sore hari keesokannya, santri yang berjumlah 138 orang mengadakan kerja bakti kebersihan. Mereka semangat membersihkan kamar dan halaman seluruh lingkungan pondok. Romlatul Hikmah, Ketua PPA Lubangsa Selatan Puteri, bergerak langsung untuk mengkoordinasi kerja bakti tersebut. ”Saya tidak mau jika stigma kumuh melekat pada pesantren Lubsel Pi. Jadi saya sudah mengerahkan berbagai cara agar para santri di sini sadar betapa pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat untuk keberlangsungan hidup mereka sendiri. Kan sudah jelas agama mengajarkan bahwa bersih adalah sebagian dari iman,” ujar perempuan mungil dengan senyum khasnya.
Bukan dari kalangan santri saja yang bersemangat menyambut kedatangan perempuan bersahaja berkacamata minus ini. Pengasuh pun menyambut dengan suka cita. Sebut saja Nyai Husnul Khatimah, Guru MA 1 Annuqayah Puteri. Beliau bersama pengurus PPA Lubsel Pi menyiapkan menu sehat dan alami, yaitu tahu goreng dan rap-orap (sayuran yang dicampur dengan parutan kelapa berbumbu), masakan Madura yang diracik sederhana.
Bersama rombongan, mantan guru Ekonomi yang memiliki suara merdu ini tiba di PPA Lubsel Pi sekitar pukul 20.00 WIB. Seluruh santri berjejer rapi siap mendengarkan materi sosialisasi.
”Tahukah Anda dengan kesehatan swadaya?” tanyanya sebagai bahan pengantar.
”Kesehatan swadaya adalah kesehatan yang timbul dari kekuatan dan ketahanan tubuh manusia itu sendiri. Orang sakit itu biasa, seperti malam setelah siang. Tapi timbulnya penyakit harus diketahui penyebabnya, baik karena disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat; jenis (baca: pengawet, penyedap, pewarna, pengembang, dan pelembut), porsi, dan jarak waktu yang tidak seimbang, atau lantaran pola pikir yang tidak sehat,” ujarnya bersemangat meski hujan rintik-rintik mulai berjatuhan.
Perempuan yang dikenal sangat disiplin ini juga menjelaskan pentingnya menjaga imone (sejenis prajurit yang menjaga ketahanan tubuh) agar tetap cantik dengan cara pola makan dan pola pikir yang sehat dan seimbang.
Selanjutnya, ia memaparkan pentingnya Poskestren bagi keberlangsungan kesehatan santri. Menurutnya, Poskestren bukan sejenis Rumah Sakit, akan tetapi adalah Rumah Sehat. ”Jika Poskestren disamakan dengan Rumah Sakit, maka itu persepsi yang salah. Karena Poskestren adalah rumah bagi orang sehat dan yang ingin sehat,” tegasnya.
Koordinator Jamu Herba Madura PP Annuqayah ini pun mengharap kepada semua elemen santri untuk terus mendukung kegiatan Poskestren dengan seluruh programnya, di antaranya program jalan sehat, talk show, dan lainnya.
Untuk memperlancar program Poskestren tersebut, setiap bulan seluruh santri diminta kerelaannya untuk membayar Dana Sehat sejumlah Rp. 500,- . Dengan dana tersebut, santri bisa mendapat pelayanan kesehatan dua kali dalam sebulan dan juga konsultasi seputar kesehatan tanpa pungutan biaya apa pun.
Pembimbing PSM Puteri STIK Annuqayah ini berjanji bahwa tidak akan lama lagi Poskestren akan memberikan pelayanan medis dari dokter yang ditugaskan oleh Menteri Kesehatan. Karena selama ini, Poskestren hanya memberikan pelayanan kesehatan secara alami melalui Jamu Herba beserta terapinya.
Acara sosialisasi itu berakhir hangat, sekitar pukul 21.30 WIB, dengan acara makan bersama dengan hidangan sehat yang sudah dipersiapkan sejak sore hari.

Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo


Perilaku hidup bersih dan sehat terutama hygiene perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari santri. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya penyakit scabies.

Faktor yang mempengaruhi penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perseorangan yang jelek, sanitasi lingkungan yang buruk, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, dan hunian yang padat. Tujuan penelitian ini: 1) Menguraikan kepedulian pimpinan pondok tentang hygiene perseorangan. 2) Menguraikan kegiatan penumbuhkembangan upaya hygiene perseorangan bersumber masyarakat pondok. 3) Menguraikan pendanaan/sarana dari pondok tentang personal hygiene. 4) Menguraikan kreativitas dari pondok yang berhubungan dengan hygiene perseorangan. 5) Menguraikan pengetahuan hygiene perseorangan santri. 6) Menguraikan sikap hygiene perseorangan santri. 7) Menguraikan tindakan hygiene perseorangan santri. Rancangan penelitian yang digunakan adalah descriptive. Populasi dalam penelitian ini adalah santri yang tinggal di asrama putra pada tahun 2005-2006 berjumlah 249, sampel berjumlah 30 orang, dan tehnik pengambilan sample systematic random sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) Kepedulian pimpinan pondok belum ada. (2) Kegiatan untuk menumbuhkembangkan upaya hygiene perseorangan di pondok belum terencana dengan baik. (3) Pendanaan pondok tentang hygiene perseorangan belum ada. (4) Kreativitas ustadz dan santri dalam membuat pesan-pesan kesehatan di pondok belum ada. (5) Pengetahuan santri tentang hygiene perseorangan 50% baik. (6) Sikap hygiene perseorangan santri 83,3% positif, dan (7) Tindakan hygiene perseorangan santri 83.3% rendah. Hasil di atas menunjukkan bahwa hygiene perseorangan santri perlu ditingkatkan. Kemudian untuk mengubah kebiasaan yang masih kurang baik diperlukan pemberdayaan seluruh potensi yang ada di pondok.


Menuju Sehat, Berhenti Merokok


Pondok pesantren mempunyai potensi besar untuk berperan dalam mewujudkan masyarakat yang sehat. Kesehatan adalah faktor penting yang mutlak diperlukan oleh manusia dalam upaya mensukseskan segala macam bentuk aktifitas baik aspek duniawi maupun ukhrowi. Dan salah satu cara menuju masyarakat sehat adalah merubah masyarakat dari kebiasaan merokok.

Agama memperingatkan kepada kita, agar jangan sampai berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW. “Tidak boleh menyakiti (tanpa sebab) dan tidak boleh menyakiti (untuk membalas)”. Status hukum merokok munurut fiqh berupa makruh itu bagi orang yang sehat. Tetapi bagi orang yang –menurut rekomendasi seorang dokter– tidak sehat karena faktor merokok, status hukum baginya pun jelas, haram. Merokok tidak hanya berdampak buruk bagi pelakunya semata, melainkan juga terhadap orang lain, istri, anak-anak, dan keluarganya. Jika dampak negatif itu sudah jelas dan nyata, tentunya kita dilarang melakukannya, karena agama memperingatkan kepada para pemeluknya agar tidak menjerumuskan dirinya dan orang lain pada kehancuran. “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kehancuran.” (QS. Al Baqarah 195).

Dampak negatif merokok itu memang tidak selalu muncul seketika. Kendati saat itu seorang yang merokok itu masih nampak sehat, tapi pada dasarnya suatu saat nanti ia akan merasakan efek negatifnya. Teman-teman saya sendiri yang sudah meninggal, itu rata-rata adalah orang yang doyan merokok. Jadi menurut ukuran dhohir, orang yang merokok itu umurnya tidak awet.

Upaya merubah kebiasaan merokok di tengah-tengah masyarakat harus kita optimalkan, terutama dimulai dari lingkungan sekitar kita sendiri. Dalam lingkungan saya, Pondok Pesantren Langitan misalnya, upaya-upaya tersebut dapat enuai keberhasilan karena beberapa kiat, di antaranya:

1. Pemberlakuan larangan merokok tidak dilakukan secara sporadis dan radikal, tapi dengan cara bertahap. Awalnya, larangan merokok itu hanya difokuskan bagi santri di bawah usia 17 tahun. Beberapa tahun kemudian, pembatasan umur ini ditingkatkan secara berkala sampai mengalami tiga sampai empat kali revisi, dan saat ini larangan merokok yang berlaku bagi santri adalah di bawah usia 25 tahun. Melihat fenomena seperti ini, bisa jadi peraturan ini akan direvisi kembali dan lebih ditingkatkan kualitasnya. Begitu juga pembatasan area sebagai kawasan boleh merokok. Pada awalnya santri tidak dilarang merokok di dalam kawasan pondok, tapi beberapa tahun berikutnya, larangan ini ditingkatkan bobotnya, tidak boleh merokok di seluruh kawasan pondok.

2. Memberikan pemahaman tentang sisi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh merokok. Salah satunya adalah pemborosan. Seorang santri yang biasa merokok, seringkali biaya hidupnya habis sebelum waktunya. Bahkan tidak jarang akibatnya ia akan tergoda untuk mengambil hak milik temannya dengan cara yang tidak benar. Dahulu, ketika larangan merokok masih sangat longgar, santri yang diusir dari pondok karena terbukti mencuri cukup banyak, namun ketika larangan ini diperketat seperti saat ini, santri yang diusir dari pondok karena mencuri pun menurun drastis.

3. Sikap pro aktif dari pengasuh dan para pembantunya. Kiai dan para pembanatunya adalah uswah atau cerminan dari para santri. Bagaimana mungkin aturan bisa ditegakkan, bila pengasuh dan pembantunya masih suka melakukan hal yang sama, meski aturan tentang larangan merokok sudah diberlakukan? “Bagaimana mungkin bayangan itu bisa lurus, bila kayunya memang bengkok”.

Dahulu, ketika aturan yang ketat terhadap merokok itu belum diterapkan di sini, banyak persahaan-perusahaan rokok yang memberikan bantuan berupa rokok, tapi sekarang sudah tidak ada, karena mereka sudah mengetahui bahwa di Pondok Pesantren Langitan, aturan ini telah diberlakukan secara optimal.
PONDOK PESANTREN HARUS BERSIH DAN SEHAT


Malang - Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni mengimbau para pemimpin pondok pesantren untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan mengembangkan pola hidup sehat di pesantren yang dipimpinnya.

Imbauan tersebut ia kemukakan di Malang, Kamis pagi, terkait meningkatnya kasus penularan virus influenza A H1N1 atau flu babi di kalangan para santri di sejumlah pondok pesantren belakangan ini.

Ia mengaku telah mendapat laporan yang menyebut banyak santri menderita flu babi. Namun jenis flu tersebut belum dikonfirmasi lagi apakah benar yang diderita para santri seluruhnya akibat virus H1N1.

Kendati demikian, ia berharap para pimpinan pondok pesantren untuk lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan masing-masing agar para santri terhindar dari berbagai penyakit.

"Menjaga kebersihan dan kesehatan sangat penting agar santri tak terganggu dalam menuntut ilmu," ujarnya.

Ia mengatakan, mencegah penyakit lebih baik daripada setelah terserang lalu mendatangi rumah sakit.

Dikatakannya, bila dicermati secara jujur masih banyak lingkungan pondok pesantren belum mengindahkan pola hidup sehat. Padahal di lingkungan pesantren kerap didengungkan bahwa kebersihan itu sebagian daripada iman.

Karena itu pula, ia mengajak para santri, para ustaz dan ulama untuk bersama-sama meningkatkan pola hidup sehat di pondok pesantren.

Terkait dengan flu babi, ia mengatakan pula, penyakit tersebut dapat dicegah dengan menjaga kebersihan lingkungan.

Selain itu, ia mengimbau petugas kesehatan terdekat, seperti Puskesmas, agar lebih peduli dan pro aktif mendatangi santri yang menderita atau terserang virus influenza A H1N1.

Makalah Budaya Hidup Sehat di Pesantren

Mencintai Hidup, Mencintai Tubuh


Kenapa soal tubuh begitu pentingnya buat manusia modern? Dulu, di pesantren, saya tak pernah mengenal hal semacam ini. Bahkan olahraga kurang begitu disukai di kalangan pesantren. Hampir seluruh kehidupan di sana dipusatkan pada apa yang dalam istilah mistik Islam disebut sebagai tahdzib al-nafs, membersihkan jiwa. Sementara menjaga kesehatan badan kurang mendapatkan perhatian yang cukup.

KETIKA sedang menunggu anak saya potong rambut di sebuah salon, saya disuguhi bacaan ringan, Men’s Health, sebuah majalah yang khusus ditujukan buat para pria yang ingin hidup sehat dan bugar. Ada tiga edisi yang disodorkan ke saya. Sampulnya hampir semuanya khas: lelaki dengan otot gempal, kulit mengkilat, dan bentuk tubuh yang menyerupai huruf V. Sudah tentu, lelaki itu tersenyum lebar, seolah ingin menunjukkan kebenaran dari pepatah Latin yang masyhur, bahkan buat anak-anak SD itu: men sana incorpore sano; dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kalau anda sehat secara jasmani, maka dengan sendirinya Anda akan sehat secara rohani.

Buat orang yang tumbuh sejak kecil di lingkungan tradisional pesantren, majalah seperti itu membangkitkan sejumlah pertanyaan, atau tepatnya keheranan, buat saya. Kenapakah manusia modern begitu teroebsesi dengan perawatan tubuh? Hampir seluruh halaman majalah itu berisi petunjuk praktis untuk hidup bugar: bagaimana menggunakan alat-alat kebugaran dengan benar; bagaimana menjaga jumlah gula yang kita konsumsi agar tidak menimbulkan obesitas atau kegemukan; bagaimana makan yang sehat; bagaimana latihan beban yang baik agak otot kita tak cedera; dan seterusnya. Sudah tentu ada pula kiat-kiat bagaimana pasutri menjaga kehidupan seksual agar tetap "berkobar-kobar", meskipun mereka telah melangsungkan hidup perkawinan selama seperempat abad.

Kenapa soal tubuh begitu pentingnya buat manusia modern? Dulu, di pesantren, saya tak pernah mengenal hal semacam ini. Bahkan olahraga kurang begitu disukai di kalangan pesantren. Hampir seluruh kehidupan di sana dipusatkan pada apa yang dalam istilah mistik Islam disebut sebagai tahdzib al-nafs, membersihkan jiwa. Sementara menjaga kesehatan badan kurang mendapatkan perhatian yang cukup.

Saat ini, industri kebugaran badan, saya rasa, merupakan salah satu bisnis besar di dunia modern. Di ruang-ruang umum, kita makin sering melihat laki-laki dan perempuan dengan tubuh yang langsing. Di dunia modern, kegembrotan hampir merupakan kutukan. Orang-orang yang gendut akan dicemooh sebagai manusia buruk rupa. Meskipun, sekarang, mulai muncul keberanian orang-orang yang gendut untuk menutut agar citra kegantengan dan kecantikan tak harus diidentikkan dengan kelangsingan. Kelangsingan, bagi mereka itu, hanyalah salah satu "tafsir" atas kecantikan; tetapi bukan satu-satunya tafsir yang mutlak.

Saya kira, ini semua tak bisa diterangkan kecuali melalui satu hal: bahwa "tubuh" merupakan fokus penting dalam kehidupan manusia modern. Dengan agak sembrono kita mungkin bisa mengatakan bahwa salah satu ciri khas kemoderenan adalah perhatian yang besar pada tubuh manusia. Karena kecintaan inilah, manusia modern menciptakan suatu teknologi yang canggih untuk meraih cita-cita utama: bagaimana hidup lebih panjang, lebih sehat, lebih bugar, tanpa harus takut dengan terjangan ketuaan.

Ide ini hampir-hampir merupakan gagasan yang asing pada semua agama, baik Islam atau pun yang lain. Dalam agama, biasanya tekanan lebih diberikan pada "roh", bukan "tubuh". Bahkan, dalam agama-agama, ada kecenderungan untuk melihat tubuh secara sinikal sebagai sumber segala godaan. Kalau dalam agama kita boleh membayangkan bahwa paradigma utama di sana adalah spiritualism (jiwa-isme), maka dalam dunia modern, kita melihat hal sebaliknya: bodyism (badan-isme).

Saya tidak mau menilai mana yang lebih baik: jiwa-isme atau badan-isme. Saya hanya mau menunjukkan bahwa usaha manusia modern untuk mati-matian hidup lebih panjang dan sehat patut kita kagumi. Segala jenis obat dan kiat diciptakan untuk mengatasi ketuaan. Saya memandang bahwa kegigihan seperti ini tak mungkin muncul kecuali dari semangat "mencintai hidup, mencitai tubuh" yang begitu kuat.

Ada sejumlah hal positif yang kita jumpai dalam semangat ini. Meskipun kecintaan pada tubuh yang berlebihan kadang-kadang membangkitkan rasa muak. Bahkan, kita juga perlu bersifat kritis pada "industri kebugaran", sebab cara kita memandang tubuh yang bugar sudah ditentukan secara sepihak oleh kaum industrialis, dan kita seolah-olah kehilangan kemerdekaan atas tubuh kita sendiri. Dalam soal tubuh ini, kita, manusia modern, mungkin sudah bukan lagi bersifat "otonom", tetapi "heteronom".